I'am an English Education Departemen student, in unikama. I like to write wether a short stories or an article. In the other hand, I also like to photo something beautiful. i like to see somthing beauty, wether it is human or nature. you can check it in instagram gallery, and my written work in this blog. Happy reading and looking good people, thanks for reading this short of mine.
Jumat, 29 April 2016
Rabu, 27 April 2016
Minggu, 17 April 2016
Hello this is my opinions about Malang culinary especially lupis,cenil and klepon. The first opinion that i made in my "UKLAM-IKLAM SAM" photography and journalism exhibition last month.
LUPIS, CENIL DAN KLEPON YANG MULAI
MENYEMPIT
Oleh:
Wiji Ani Fitria
Selain terkenal dengan kota
pendidikan, Malang juga terkenal dengan jajanannya yakni mulai dari jajanan yang tradisional hingga yang modern.
Penikmatnyapun dari berbagai kalangan mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, dari
pelajar sekolah hingga mahasiswa. Saat ini sedang gencar-gencarnya jejaring
sosial menjadi media promosi hal hal baru salah satunya untuk makan. Untuk
memperkenalkan sebuah jajanan tidak sesulit dulu, terlebih sekarang teknologi berkembang
pesat. Hal baru apa yang tidak bisa diposting di
media sosial? Lalu bagaimana kabar jajanan trasidional seperti cenil, lupis,
klepon beserta kawan-kawannya yang sudah dikenal sejak jaman kolonial Belanda? Jajan yang dulunya terkenal dengan
kekhasan rasa dan aroma pedesaan ini masihkah banyak peminat dan penjualnya? Lupis
dan cenil misalnya, jajanan ini banyak dijual di pasar-pasar tradisional dengan pembeli yang
mayoritas orang dewasa. Lupis dan cenil ini memiliki tekstur yang kenyal saat
digigit karena berbahan dasar tepung beras. Dengan tambahan kelapa parut saat
menyantapnya menjadikan jajanan ini terasa lebih gurih. Terlebih lagi dengan
tambahan gula merah yang sudah dicairkan menambah kelezatan jajanan ini. Berbeda
lagi dengan klepon, jajanan yang satu ini memiliki bentuk yang bulat dan
berukuran sedikit kecil. Sensasi yang diberikan oleh jajanan ini terletak pada
saat gigitan pertama yakni cairan manis yang memuncrat dan meleleh di dalam
mulut karena gula merah yang menjadi isi dari jajanan yang kebanyakan berwarna
hijau ini. Seperti lupis dan cenil ,
klepon juga disantap dengan taburan parutan kelapa yang gurih.
Dilihat
dari segi rasa, jajanan ini tidakm jauh berbeda dengan jajanan-jajanan modern
yang dijual di pusat perbelanjaan bahkan di cafe. Hanya saja dari segi
kemasan jauh berbeda karena para penjual jajanan
tradisional masih
menggunakan daun dan kertas sebagai pembungkus. Jajanan yang seharusnya
dilestarikan sebagai salah satu budaya kota Malang ini mulai menyempit dari sudut
kota karena persaingan pasar yang makin hari makin tinggi seiring merebaknya jajanan modern
yang didirikan oleh kebanyakan muda-mudi Malang, membuat pelanggannya mulai
beralih.
Muda-mudi Malang saat ini sangat menggandrungi jajanan-jajanan ala luar negeri (kebarat-baratan) yang mulai banyak menghiasi sudut
kota. Memanglah, dari segi harga jajanan modern ini terbilang lebih mahal. Selain mahal, maraknya postingan-postingan di media sosial menjadikannya tenar dan banyak
peminat. Disamping itu, usaha makan milik muda-mudi ini juga menyediakan tempat dan
suasana yang nyaman sehingga wajar jika khalayak umum mulai berpindah tempat. Berbeda
dengan jajanan yang mulai bergeser keberadaannya yaitu tempat dan suasana yang
masih kurang nyaman bagi khalayak umum, terlebih lagi bagi muda-mudi masyarakat
Malang.
Kehadiran
jajanan modern lambat laun menggeser keberadaan jajanan khas Malang ini.
Bagaimana tidak, khalayak umum lebih suka mengeluarkan isi dompet di tempat tempat yang
lebih menarik dibandingkan di pasar tradisional atau di pinggir jalan. Terlebih lagi muda-mudi
generasi penerus bangsa yang seharusnya bisa mempertahankan kebudayaan dan
warisan kota Malang justru mulai mempelajari budaya lain dan mulai mencampurkan adukkan
keduanya. Tidakkah miris dengan keadaan seperti ini ? Lalu, dimana rasa kecintaan terhadap
budaya? Siapa yang akan meneruskan dan melestarikan jajanan yang menjadi ciri
khas Malang ini?
Seharusnya
dengan adanya media sosial bisa menjadi alat bantu agar jenis jajanan ini bisa bertahan dan lebih banyak
peminat serta penjualnya. Salah satunya dengan membuka tempat makan atau cafe
bergaya modern yang menyediakan menu jajanan khas Malang. Dengan begitu, jajanan tradisional khas Malang ini tidak akan punah dan juga
agar para calon generasi penerus lebih menghargai dan mencintai budaya Malang, bukan malah mempromosikan jajanan ala
kebarat-baratan yang
bukanlah menjadi budaya masyarakat Malang sendiri.
Seharusnya
masyarakat Malang bangga karena memiliki ciri khas jajanan dan mulai berlomba-lomba untuk memperkenalkannya ke sektor yang lebih luas, luar kota
bahkan luar negeri. Pemerintahpun tidak ketinggalan andil dalam pelestarian jajanan
khas Malang ini, misalnya dengan menggelar festival-festival jajanan khas Malang setiap tahunnya. Dengan
demikian jajanan ini akan tetap diminati semua kalangan di era apapun dan hingga
kapanpun sebagai salah satu jajanan khas dari kota Malang.
Sabtu, 16 April 2016
my second news about Malang
Hermawan (37) salah seorang pekerja di rumah produksi milik Bambang yang sedang menyablon raket. |
Belum
banyak yang mengetahui bahwa Kelurahan Bandungrejosari, Kecamatan Sukun Kota
Malang menyimpan potensi yang luar biasa di bidang pembuatan raket. Tidak heran
jika raket buatan warga Bandungrejosari telah bertahan selama 61 tahun. Selain
itu, raket buatan warga Bandungrejosari ini juga dipasok ke banyak daerah di
Indonesia seperti Medan, Surabaya, Padang, Jakarta dan juga Sumatera. “Jumlah
rumah produksi yang ada di Bandungrejosari ini kisaran 50an mbak,” ujar Bambang (39) yang merupakan
salah satu pemilik rumah produksi yang ada di Bandungrejosari (22/3).
Bambang
meneruskan usaha milik orang tuanya yang berdiri pada tahun 1979 dengan ‘King
79’ menjadi nama produk raket karyanya. Dalam usahanya mencari pelanggan,
Bambang sempat manjadi sales yang menawarkan produknya dari kota ke kota
sendiri tanpa campurtangan pemerintah, hingga pada saat ini memiliki enam
pelanggan tetap yang tersebar di beberapa kota besar diantaranya Surabaya,
Padang dan Jakarta. Pria yang memperkerjakan tujuh orang pekerja ini mengaku
dapat meraup keuntungan 3-4 juta perharinya hingga sekarang. “Sekarang ini lagi
ramai-ramainya pesanan mbak, sehari
kadang sampai 600 biji raket yang kami hasilkan,” ujar Bambang kepada wartawan
HMJF yang mengunjunginya.
Selaras
dengan perusahaan “ABADI” yang juga bergerak di bidang pembuatan raket, perusahaan
yang termasuk angkatan pertama yang digawangi oleh Kaeri (88) ini memperoleh label Standar Nasional
Indonesia (SNI) pada tahun 1966 dengan usahanya sendiri dan tanpa dukungan
pemerintah. Hartini (38) sebagai pengelola administrasi di perusahaan ABADI mengatakan
bahwa selama ini tidak ada bantuan sama sekali dari pemerintah. Padahal tidak
sedikit pekerja yang meraup penghasilan dari perusahaan ABADI ini.
Terlebih
lagi saat ini sangat banyak usaha rumahan warga sekitar yang juga bergerak di pembuatan
raket tanpa memiliki izin kerja yang sah dari pemerintah. “Salah satunya usaha
warga ini mbak, raket mereka tidak
SNI dan menjualnyapun juga murah, otomatis kita kalah pasar dong?” ujar Hartini. Hal tersebut
menjadi salah satu kendala yang sulit untuk diselesaikan. Meskipun banyak
pesaing perusahaan yang memiliki beberapa merk raket ini tetap mengutamakan
kualitasnya.
Hal
ini juga ditegaskan dalam peraturan daerah kota malang nomor 5 tahun 2004 pasal
14 ayat 2 poin C tentang fungsi dari dinas perindustrian, perdagangan dan
koperasi yang berbunyi ‘Pelaksanaan pembinaan dan
pengembangan perindustrian, perdagangan, promosi dan perlindungan konsumen
serta koperasi dan UKM’. Bahwasannya pada pasal ini menegaskan bahwa fungsi
dari dinas perindustrian, perdagangan dan koperasi ialah memberi pembinaan dan
pengembangan dalam perindustrian, perdagangan, sekaligus sebagai promotor UKM. Namun
pada kenyataanya
pemerintah masih kurang dalam mendukung produksi raket Bandungrejosari padahal
industri ini telah banyak merekrut pekerja dan mengharumkan nama kota Malang.
Hal ini didukung dengan banyaknya warga Malang
yang tidak mengetahui tentang industri raket yang ada di Bandungrejosari. Seperti
Tantiya (21), mahasiswa kanjuruhan jurusan Pendidikan Bahasa Inggris ini tidak
mengetahui sama sekali tentang adanya industri raket yang ada di
Bandungrejosari. Ia hanya pernah melihat bapak bapak yang mengangkut raket
setengah jadi dalam jumlah cukup besar. Sama halnya A’ar (22), si bungsu dari
empat bersaudara ini juga mengaku tidak pernah tau tentang adanya industri
raket di Malang. “Jika saja pemerintah melakukan sosialisasi dan promosi
terhadap warga malang mungkin warga malang banyak yang tau dan bisa jadi akan
memperluas sektor pada pemasaran raket hingga ke luar kota bahkan ke luar
negeri”, ungkap A’ar.
Hartini
juga menambahkan bahwa semestinya pemerintah memberi bantuan permodalan atau
pemasaran dalam industri ini agar dapat menembus pasar internasional dan secara
tidak langsung akan mempengaruhi pendapatan perkapita warga Malang. “Selain itu,
dukungan promosi perluasan pasar dari pemerintah juga tidak kalah penting dan
penertiban pada usaha kecil rumahan perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam
pemasarannya,” imbuh Hartini saat ditemui di kediamannya (25/3).
Langganan:
Postingan (Atom)